Ujung_Pena, Salah satu persoalan yang dibahas dalam
Komisi Bahtsul Masail Maudluiyah Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2019 di Kota
Banjar, Jawa Barat ialah Konsep Islam Nusantara. Konsep tersebut perlu dibahas
secara mendalam agar tidak ada kekeliruan dan kesalapahaman bagi masyarakat
yang mempunyai tujuan baik untuk memahami Islam Nusantara.
Salah seorang ulama yang menjadi Tim
Perumus Bahtsul Masail Maudluiyah Munas NU 2019 KH Afifuddin Muhajir menegaskan
bahwa agama Islam itu bersifat santun. Kemudian, Islam yang santun ini
didakwahkan di Nusantara oleh orang-orang santun (Wali Songo, red) kepada
bangsa yang santun pula, yaitu masyarakat Nusantara sehingga lahir Islam
Nusantara.
“Islam yang santun ini dibawa oleh
orang-orang santun, sementara sasarannya orang yang santun pula, lahirlah Islam
Nusantara,” ujar Kiai Afifuddin Muhajir pada forum Bahtsul Masail yang
berlangsung pada Kamis, (28/2) lalu.
Penulis Kitab Fathul Mujibul Qarib ini
memaparkan, ada kitab yang namanya I’jazul Qur’an, karangannya orang
Timur Tengah. Dalam kitab itu menerangkan, di antara mukjizat Al-Qur’an yang
tidak langsung adalah Islamnya orang Indonesia.
“Kenapa dikatakan seperti itu, karena
tidak satu tetes pun darah yang mengalir dalam proses mendakwahkan Islam di
Nusantara,” jelas Kiai Afif.
Menurutnya, hal ini mirip dengan
Islamnya orang Qatar dan Mongol. Di saat sebagian negara berpenduduk mayoritas
Islam porak-poranda tiba-tiba cucu mereka masuk Islam berbondong-bondong. Tidak
menggunakan senjata tetapi menggunakan tasawuf dari murid-muridnya Syekh Abdul
Qadir Jailani.
Jadi yang pertama terkait dengan washalihud
dakwah (sarana dakwah). Menurut Kiai Afif, barangkali model ini diakui
oleh dunia. Yang kedua, menyangkut dzanniyatus syariah, tetapi ini
tidak banyak terjadi.
“Yang banyak terjadi ialah tathbiqul
amali lis syariah. Kadang-kadang aturan hukumnya jelas tetapi yang diterapkan
di masyarakat tidak sama,” terang penulis buku Fiqih Tata Negaraini.
Ia menjelaskan, seperti salah satu
contohnya ialah walimatul ursy. Perayaan pernikahan ini ialah acara
makan dan acara minum yang diadakan seseorang atas dasar kegembiraan. Tetapi
tidak cukup seperti itu, ada pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an, ada pembacaan
tahlil dan seterusnya, itu adalah Islam Nusantara.
“Ada ajaran silaturrahim, ada acara
maaf-memaafkan, tetapi di sini (Nusantara) dilakukan dengan cara halal bihalal
dengan mengumpulkan banyak orang, itu Islam Nusantara namanya. Ini namanya
tathbiq amali lis syariah,” tutur Kiai Afif.
“Dan ini dasarnya jelas, tetapi
pengamalannya bisa berbeda-beda di antara satu tempat dengan tempat lainnya,”
sambungnya.
Ia memberikan contoh lain ialah
takziyah. Di dalam kitab-kitab fiqih takziyah itu tidak lebih dari tiga hari.
Setelah tiga hari, kata Kiai Afif, justru makruh hukumnya. Tetapi karena
takziyah ini untuk menghilangkan dukanya shahibul mushibah, takziyah yang
dilakukan setelah tiga hari dinilai bisa menghilangkan duka itu.
“Di Jawa dan Madura hingga satu bulan.
Ini tidak menimbulkan musibah-musibah baru, tetapi justru shahibul mushibah
bangga dengan kepedulian masyarakat atas musibah yang dialaminya. Ini kan Islam
Nusantara,” tandas Kiai Afifuddin.
Comments
Post a Comment