Ujung_Pena, Penyebaran informasi tandingan mengenai
bahaya terorisme serta gerakan radikal yang mengusung agama ini dilakukan untuk
menandingi sejumlah situs yang mengkampanyekan berdirinya negara Islam, daulah
Islamiyah yang berdasarkan syariah, dan mengajak pendukung untuk mewujudkan hal
itu termasuk dengan berjihad dalam bentuk perang. Salah satunya adalah situs
al-mustagbal.net.
Diskusi bertajuk, “Middle East
Turmoil, ISIS and Its Impact in Indonesia” itu juga menghadirkan Alwi
Shihab sebagai pembicara. Ia adalah mantan menteri luar negeri dan pernah
menjabat sebagai utusan khusus mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk
wilayah Timur Tengah.
Alwi menjelaskan akar sejarah dan budaya
mengapa gerakan yang mengusung paham radikal termasuk yang menyemai aksi teror
muncul di negara di kawasan Timur Tengah, dan kemudian menjalar ke tanah air.
“Yang bisa menangkal penyebaran paham
radikal itu adalah pendidikan agama. Pengajaran agama selama ini sudah dibuat
sedemikian rupa, menggunakan ayat dan hadis yang ada tapi dengan penafsiran
implementasi yang salah,” ujar Alwi.
Baik Saud maupun Alwi sepakat bahwa
ancaman teror kini makin besar setelah ISIS, atau Islamic State of Iraq
and Syria berdiri dan menebar teror yang melibatkan korban warga
berbagai negara, termasuk situs peninggalan sejarah islam. Pola ISIS
menggunakan ranah internet dan mengisinya dengan beragam propaganda dengan
konten multimedia yang dibuat secara profesional, kian meyakinkan untuk
membujuk pengikut baru.
Pekan ini Presiden Joko “Jokowi” Widodo
juga mengingatkan bahwa TNI dan Polri perlu bersikap serius dalam pencegahan
terorisme. Usai rapat koordinasi antara pimpinan TNI dan Polri yang dipimpin
Presiden, Selasa (3/3), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
Laksamana (Purn) Tedjo Edhi Purdijanto mengungkap bahwa warga negara Indonesia
yang hendak bergabung di ISIS di Suriah menggunakan modus berpura-pura sebagai
wisatawan.
Dalam tautan ini, Menko Tedjo
mengatakan polisi dan Badan Intelijen Nasional (BIN) sudah memiliki data warga
negara Indonesia yang bergabung dengan ISIS. Ketua Umum Pengurus Besar
Nadhlatul Ulama Said Agil Siraj pernah menyebut angka 513. Tapi, menilik modus
yang diungkap pemerintah yakni pergi dengan visa turis lalu bergabung dan ikut
berperang dengan ISIS, tidak mustahil jumlahnya lebih besar.
“Yang berbahaya, berdasarkan pengalaman
tahun 1990 dengan mereka yang berjuang di Afghanistan adalah saat mereka
kembali. Alumni perang Afghan lantas menjadi motor jaringan Jamaah Islamiyah
yang menjadi dalang sejumlah aksi teror di tanah air,” ujar Saud Usman.
Perang melawan teror di dunia maya
menjadi semakin sulit karena unsur anonimitas. Pemerintah juga memiliki
kesulitan untuk memonitor, termasuk menutup situs maupun akun media sosial yang
menebar paham radikal. Panduan membuat alat ledak dan berjihad berserakan di
dunia maya.
“Hati-hati jika punya anak yang gemar menutup diri di
kamar, atau menyendiri dalam mengakses internet. Kalau dia mengakses konten
porno, masih mendingan. Jika yang diakses adalah situs radikal, itu artinya
musibah besar bagi keluarga,” kata Abdul Rahman Ayub dalam diskusi di
perkumpulan Eisenhower Fellowships.
Comments
Post a Comment