Ujung_Pena – Awal penggunaan bendera pada masa
Islam, menurut al-Thaibawi, yaitu ketika Rasulullah pertama kali masuk ke kota
Yatsrib. Tapi bukan bendera hitam yang dipakai pasukan Rasululah.
Pada masa itu, oleh golongan Anshar, Rasulullah Saw diminta
membawa sesuatu yang mampu menunjukkan bahwa itu Rasulullah Saw ketika masuk ke
kota tersebut. Rasulullah kemudian menggunakan imamahnya yang diletakkan di
sebuah kayu sebagai simbol bahwa itu adalah Rasul Saw.
Pada masa selanjutnya, ketika terjadi perang Abwa’, tahun
pertama Hijriah, pasukan Islam yang dipimpin Hamzah membawa bendera putih
sebagai simbol dari laskar perangnya, dan pada waktu itu bendera tersebut
dipegang oleh Abu Marsyad.
Pada perang Badar tahun kedua hijriah, panji (al-Liwa’) Islam
dipegang oleh Mush’ab bin Umair, dan bendera kalangan Muhajirin di bawah
kendali Ali bin Abi Thalib, sedang bendera kaum Anshar di bawa oleh Sa’d bin
Mu’adz, yang mana kedua bendera tersebut berwarna hitam. Selanjutnya pada masa
perang Uhud, awalnya bendera dipegang oleh Mush’ab bin Umair, karena Mush’ab
gugur di medan perang, estafet pemegang bendera dilanjutkan oleh Ali bin Abi
Thalib. Selanjutnya Ali bin Abi Thalib dipercaya sebagai pembawa bendera pada
masa perang Khaibar.
Eksistensi bendera tidak cukup sampai perang Khaibar, pada
masa perang Quraizhah, pasukan muslim juga membawa bendera sebagai pembeda
antara pasukan Islam dan pasukan Romawi Arab. Dalam perang ini awalnya bendera
dipegang oleh Zaid bin Haritsah, kemudian Ja’far bin Abi Thalib, dan terakhir
dipegang oleh Abdullah bin Rawahah.
Di masa-masa akhir kehidupan Rasulullah Saw, beliau
menyiapkan pasukan yang dikomandoi oleh Usamah bin Zaid, dan ia juga yang
memegang bendera kepemimpinan. Pada masa ini bendera yang dipakai Rasul hanya
meliputi bendera hitam dan putih.
Setelah Rasul Saw wafat, bendera-bendera yang tadinya
dipakai pasukan Rasul ketika perang, masih dipakai sampai berakhirnya masa
kekhilafahan Khulafa’ al-Rasidin. Selain itu, setiap kabilah –ketika menghadapi
perang- diperboleh untuk memakai benderanya masing-masing.
Setelah kekhalifahan Ali bin Abi Thalib berakhir, estafet
perpolitikan Islam dilanjutkan oleh Bani Umayah. Pada masa ini, menurut
al-Qalansandi, Bani Umayah memakai bendera hijau. Ada yang mengatakan untuk
membedakan antara Bani Umayah dan Bani Abbasiyah, maka Bani Umayah memakai
bendera putih, sedang Bani Abbas berbendera hitam. Namun menurut al-Thaibawi,
bahwa bendera Bani Umayah itu berwarna putih dan bertuliskan “La Ilaha Illah
Allah Muhammad Rasulallah” dan juga ayat “Nashrun Min Allahi Qarib”
Pada masa Bani Abbas, bendera yang digunakan adalah bendera
hitam karena banyaknya tentara Bani Abbas yang meninggal. Selanjutnya karena
terjadi perpecahan di kalangan Bani Abbas dan kaum pengikut Ali, maka akhirnya
Bani Abbas mengganti bendera dengan warna putih. Ketika tampuk kepemimpinan
Bani Abbas dipegang al-Makmun, warna bendera Bani Abbas dirubah menjadi hijau.
Akan tetapi setelah wafatnya al-Makmun, Abbasiyah kembali memakai bendera hitam
sebagai bendera kenegaraannya. Hal tersebut untuk membedakan antara kalangan
pendukung Bani Abbas dan kelompok Alawiyyin.
Hukum Penggunaan Bendera Hitam
Pada masa Nabi Saw pengunaan bendera begitu intensif, yang
mana setiap kali perang Rasul dan para sahabatnya tidak pernah meninggalkan
yang namanya bendera. Sehingga kalau kita mengikuti kaidah fikih yang berbunyi
“sesuatu yang diulang-ulang pada suatu masa yang mana hal tersebut berujung
kepada syariat maka ia bisa masuk perkara umum dan bisa juga masuk dalam
perkara khusus”. Pada masalah ini terdapat dua ungkapan, sebagaimana dinukil
oleh Abdul Hamid Hakim, al-Syafii dan para pengikutnya, mengatakan bahwa kalau
kita kembalikan ke makna aslinya sebagai suatu budaya maka ia tidak termasuk
syariat, sedang kalau kita ambil dari makna dzahirnya maka ia termasuk syariat.
Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari mengatakan bahwa sunah
menggunakan bendera ketika perang. Ibnu al-Qayyim dalam kitabnya Zad al-Ma’ad
mengatakan bahwa sunah menggunakan bendera di saat perang dan ia menganjurkan
panji (al-Liwa’) yang digunakan itu putih, dan bendera (al-Rayat) yang
digunakan itu hitam. Sedang ulama-ulama kontemporer yang tergabung dalam Markaz
al-Fatwa dalam laman Islamweb mengatakan bahwa tidak ada seorang ulama pun
yang mewajibkan bendera
umat Islam ketika perang itu pada jenis dan warna tertentu.
Untuk memahami apakah masalah penggunaan bendera ini syariat
atau bukan? Maka menurut Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA, dalam menentukan
apakah itu syariat atau bukan maka kita harus tahu, 1) Kalau hal tersebut
merupakan agama, maka hanya kaum Muslimlah yang menjalankannya. 2) Sebagian
budaya tersebut sudah dilaksanakan sebelum Islam datang, dan ketika Islam
datang budaya tersebut masih dijalankan, sedangkan yang namanya agama itu tidak
dijalankan sebelum datangnya Islam. Dan penggunaan bendera serta bendera itu
sendiri digunakan oleh umat Islam dan kalangan kafir, sebagaimana yang
diungkapkan oleh Ibnu Katsir bahwa Ibnu Ubaid (tentara Quraisy dan ia masih
dalam keadaan kafir) ketika perang Badar menjadi pembawa bendera Bani Hasyim.
Maka yang wajib kita ambil dari Rasul Saw itu hanya
berhubungan dengan syariat, sedangkan apa saja yang berhubungan dengan kebudayaan
Arab atau penghidupan dunia maka umat Islam boleh mengambilnya atau
meninggalkannya. Dan menurut Ibnu Khaldun dalam Mukaddimah-nya mengatakan
bahwa memperbanyak, memberi warna, serta mamanjangkan bendera itu semata-mata
hanya untuk menakut-nakuti musuh dan untuk kepentingan politik suatu
pemerintahan. Wallahu A’lam.
Credit : https://bincangsyariah.com/khazanah/islam-dan-bendera-hitam/
Comments
Post a Comment