Ujung_Pena, Hari itu, tanggal 21 dan 22
Oktober 1945, kota Surabaya mendadak dipadati oleh kalangan ulama dari berbagai
wilayah Jawa dan Madura. Mereka berkumpul di kota terbesar di Jawa Timur ini
untuk merespons kondisi kebangsaan yang tengah bergejolak.
Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang dibacakan Sukarno pada Agustus 1945, ditanggapi keras oleh pihak
sekutu, yang dikomandoi Inggris dan Belanda. Di meja perundingan mereka
berkali-kali membuat Indonesia kehilangan wilayah kekuasaan. Sementara di
lapangan, mereka melancarkan serangan militer hebat untuk memukul mundur
laskar-laskar yang mempertahankan daerahnya masing-masing.
Jakarta, Bandung, Semarang
dan beberapa kota lainnya, telah lepas dari genggaman NKRI. Maka ketika pasukan
Inggris mulai bergerak ke arah Surabaya, para ulama memutuskan turun-tangan dan
berkumpul. Salah satu ulama paling disegani, K.H. Hasyim Asy’ari dalam pidatonya
dengan lantang berkata, “wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang
melawan Belanda (penjajah).” Maka dari forum ulama dan santri tersebut lahirlah
Resolusi Jihad.
Resolusi Jihad adalah seruan kepada umat
Islam untuk berperan mempertahankan kedaulatan NKRI. Isi seruan tersebut antara
lain menyatakan, “berperang menolak dan melawan penjajah itu fardlu 'ain (yang harus
dikerjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata
atau tidak) bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan
kedudukan musuh.
Bagi orang-orang yang berada
di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardlu kifayah (yang cukup,
kalau dikerjakan sebagian [orang] saja)…”
Dalam buku NU: Tradisi,
Relasi-relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru, Martin van Bruinessen menyatakan
bahwa Resolusi Jihad adalah pengakuan atas legitimasi pemerintah Republik
Indonesia, sekaligus menuntut pemerintah melakukan tindakan nyata demi tegaknya
Republik Indonesia.
Dua pekan setelah seruan
Resolusi Jihad, digelarlah Muktamar Umat Islam yang diselenggarakan oleh
Masyumi di Yogyakarta, pada tanggal 7-8 November 1945. Di sini Resolusi Jihad kembali
didengungkan.
Dikutip oleh Warta Indonesia pada
17 November 1945, resolusi tersebut menyatakan, “tiap bentuk penjajahan adalah
kezaliman yang melanggar perikemanusiaan dan diharamkan oleh Islam. Untuk membasmi
tindakan imperialisme, setiap Muslim wajib berjuang dengan jiwa raga bagi
kemerdekaan negara dan agamanya. Untuk itu, harus memperkuat umat Islam untuk
berJihad fisabilillah.”
Resolusi Jihad inilah yang
jadi salah satu pemicu dahsyatnya perlawanan rakyat terhadap pasukan sekutu di
Surabaya, pada 10 November 1945. Sikap para ulama yang aktif membela dan
menjaga keutuhan NKRI ini bukan hal yang aneh, bahkan dilakukan secara konsisten
lewat berbagai cara.
K.H. Saifudin Zuhri dalam Guruku
Orang-orang dari Pesantren menceritakan bagaimana para kiai aktif menggerakan
para santrinya mendirikan laskar-laskar perjuangan untuk mempertahankan
kemerdekaan. Dalam forum-forum pengajian pun para kiai bukan hanya mengajarkan
keagamaan secara individual, tapi juga menyampaikan perintah agama yang
mewajibkan umat Islam melawan penjajahan.
Selepas era perjuangan
kemerdekaan, para ulama kembali menunjukkan perannya membela keutuhan NKRI.
Salah satu contohnya adalah keputusan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam
terbesar di Indonesia, menerima Pancasila sebagai asas tunggal dalam berbangsa
dan bernegara.
Martahan Sitompul dalam NU
dan Pancasila, menyatakan bahwa sikap NU menerima Pancasila berdasarkan pertimbangan
keagamaan. NU memandang Islam tidak anti pada nilai-nilai masyarakat yang telah
ada sebelumnya, sepanjang tidak bertentangan dengan Islam. Deklarasi penerimaan
Pancasila sebagai asas ini diresmikan pada Muktamar ke 27 tahun 1983.
Resolusi Jihad dan
penerimaan Pancasila sebagai asas adalah dua contoh besar tentang sikap ulama
dan umat Islam yang memahami ajaran agama secara lentur dan kontekstual. Ini
menunjukkan bahwa ajaran Islam bisa tumbuh selaras dengan upaya mempertahankan nilai-nilai
kebangsaan.credit : Buku Saku Fikih Nasionalisme, Penulis Yunal Isra, dkk (el-bukhari institute)
Comments
Post a Comment