Pendakwah itu Bagaikan Jarum, Jangan Jadi Gunting

Seorang penceramah agama  minimal dia sudah bisa mengendalikan lidahnya, sebelum berbicara di hadapan orang banyak  dia sudah berfikir apakah yang akan diucapkan itu menyinggung orang lain, menghina keyakinan dan agama orang lain. Karena di dalam al-Qur’an sendiri sangat melarang menghina agama orang lain.
وَلا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ مَرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (١٠٨)
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (QS AL An’am:108)
Maka sangat aneh seorang pendakwah agama akan tetapi cara berdakwahnya bertentangan dengan kitab sucinya. Kebiasaan tukang menceramahi orang kadang lupa menceramahi dirinya sendiri.
Lidah itu sangat lembut tetapi lidah itu mengandung bisa yang beracun bagai lidah ular yang bercabang dua. Bahkan ia bisa lebih berbahaya dari pada bisa ular.
Oleh karena itu letak lidah berada di dalam mulut yang lebih dalam, di pagari dengan gigi-gigi yang tajam. Lalu masih di lapisi lagi dengan pagar bibir atas dan bibir bawah.
Itu artinya lidah harus hati-hati, lidah harus dijaga, jangan sampai kata-kata yang keluar dari lidah melukai, menyakitkan dan meracuni orang lain. Bahkan merusak kerukunan antar ummat beragama.
Karena jika  tidak bisa menjaga lidah sendiri, maka bakal dilabrak, ditabok, dipukul oleh orang lain. Bahkan berapa banyak hanya gara-gara lidah masuk penjara. Berapa banyak karena tidak bisa menjaga lidah akhirnya menderita di akherat.
Dengan lidah banyak sekali orang yang  menjadi mulia dan terhormat. Dengan lidah juga banyak sekali orang menjadi khianat dan terlaknat.
Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda.
إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيْهَا يَهْوِى بِهَا فِي النَّارِأَبْعَدَمَا بَيْنَ الْمَسْرِقِ وَالْمَغْرِبِ
“Sesungguhnya seorang hamba yang mengucapkan suatu perkataan yang tidak dipikirkan apa dampak-dampaknya akan membuatnya terjerumus ke dalam neraka yang dalamnya lebih jauh dari jarak timur dengan barat.” ( HR. Muslim )
Jika berdakwah maka janganlah menjadi gunting, walaupun jalannya lurus tapi justru memotong dan memisahkan  yang dilaluinya, bukannya menyatukan justru memisahkan.
Begitu juga dalam berdakwa, janganlah suka menghina dan mengolok -olok agama orang lain. Merasa dirinya paling benar dan lurus, tapi akibatnya justru menimbulkan perpecahan dan  keresahan di ummat. Persatuan antar ummat beragama yang sudah dijahit dengan pancasila  digunting dengan ceramah yang isinya menghina agama orang lain.
Untuk itu ketika berdakwa jadilah jarum meskipun menusuk dan menyakitkan tapi dapat menyatukan apa yang sudah terpisah, merekatkan apa yang sudah renggang, menutup apa saja yang sobek dan bolong.
Berdakwah itu mengajak, bukannya mengejek orang lain, berdakwah itu merangkul, bukannya memukul. Berdakwah itu dengan akhlak yang yang tawadhu’ bukan  dengan sok angkuh, berdakwah itu mendoakan  bukannya mengutuk orang lain. Berdakwah itu memulyakan orang lain, bukannya menghina dan merendahkan orang lain.
Sebelum kita menceramahi orang lain, ceramahilah diri sendiri, sebelum mendakwahi orang lain dakwailah diri sendiri. Sebelum menasehati orang lain, nasehatilah diri kita sendiri, sebelum mendidik orang lain didiklah diri kita sendiri.
“Lidah orang berakal berada di belakang hatinya, dan hati orang bodoh berada di belakang lidahnya.” (Imam Ali bin Bin Abi Thalib)
credit : bincangsyariah.com

Comments